Minggu, 24 Juli 2011

Kejahatan Terhadap Penguasa Umum?

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 207 tertulis;
            “Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau hadan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
Dan pada pasal 208 ayat (1);
            “(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum suatu tulisan atau lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia dengan maksud supaya isi yang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

Sangat jelas apabila kita baca, pahami, dan kita tafsirkan, pasal diatas adalah berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tameng para penguasa umum untuk melindungi diri dari perbuatan mereka sendiri yang dapat dikualifikasikan “hina”.
Apakah seorang rakyat tidak boleh membeberkan perbuatan “hina” para pejabatnya dimuka umum, demi kebenaran?, dan malah justru dikatakan itu sebagai “Kejahatan Terhadap Penguasa Umum”?.
Di Indonesia, kita telah diberikan banyak contoh perbuatan hina para pejabat umum, contohnya saja, kasus video porno seorang pejabat (wakil rakyat) kita. Kalau saja itu tridak dibeberkan, lama kelamaan menjadi borok pemerintahan Negara kita. Dan seharusnya kita berterimakasih kepada “pembeber” tersebut, yang sekarang lebih dikenal dengan “wistle blower”.
Dan “pembeber” ini sebenarnya bila kita cermati, dilindungi oleh konstitusi kita yaitu Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Yang tertulis pada UUD 1945 setelah amandemen yang pertama sampai dengan yang keempat, pada pasal 28F;
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Dan bila kita tafsirkan secara seksama, dalam klausul “mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”, sangat-sangatlah berartian yang mendalam dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat dalam perkembangan intelektual.
            Maka dari itu, para “pejabat umum” berhati-hatilah melayani masyarakat, dan jangan takabur dan gegabah akan kekuasan kalian dan kedudukan kalian. Karena sebenarnya kami sangat mengandalkan para “pejabat umum” untuk kelayakan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dan kita dapat bertafsir merekalah sebenarnya yang berbuat kejahatan terhadap masyarakat dan lingkungan social masyarakat di Negara ini. Apalagi mereka telah disumpah dalam jabatannya, dan berjalan dengan tugas dibawah sumpah!.

Jumat, 22 Juli 2011

PENJILAT

Kehidupan kerja, tidak lebih dari kehidupan seekor tikus kotor yang hidup dalam balutan lumpur kemunafikan, menghalalkan segala cara agar mendapat posisi nyaman dan aliran deras Si Penguasa Nafsu (Rupiah). Seorang bawahan yang dianggap baru dalam dunia kerjanya, berupaya keras layaknya artis sinetron yang meminta perhatian kanan –kiri, atas-bawah, agar mendapatkan point plus dari sang atasan. Tidak bisa dipungkiri lagi memang, tidak ada manusia didunia ini yang enggan hidup enak dengan aliran rupiah yang deras. Namun, yang membuat orang membedakannya adalah, cara dan prosesnya itu sendiri.
Banyak para karyawan di instansi-instansi yang notabene adalah instansi penghasil rupiah, yang kerap dan senang melakukan kecurangan dan mencari muka dengan atasan mereka. Tidakkah sangat hina hidup mereka?, dilumuri dengan kebohongan da kemunafikan hidup, yang tega menyikut siapa saja yang menghalangi upayanya untuk mendapatkan point plus dari atasan mereka, seperti jabatan, uang tambahan, dan “dianggap setia” kepada atasan. Tertawalah para iblis penggoda mereka, alangkah bodohnya manusia ini. Ilmu pelajaran moral dan etika dibangku sekolah serasa tidak ada implementasinya, merasa berdosalah Sang Guru yang mengajarkannya tentang moral.
Orang semacam ini, sering dikenal dengan “Penjilat”, yang bisa ditafsirkan sebagai;
Penjilat = Anjing = Hewan Peliharaan = Hewan
Jadi seorang penjilat tidak jauh berbeda dengan seekor anjing busuku nan laknat yang hanya meminta belas kasihan Sang Majikannya. Yang hanya mengandalkan belas kasihan, tanpa ada rasa kemanusiannya.
Memang diakui mereka bekerja keras, namun bekerja keras juga harus melewati penafsiran. Bekerja keras memang berdasar pada kemampuan dan niat yang baik untuk memperoleh Reward, yang melalui jalan yang benar, tanpa meminta rasa belas kasihan kepada Sang Atasan, tanpa mengadu domba yang lain. Namun, disini mereka “bekerja keras” untuk memperoleh belas kasihan dari Sang Atasan, yang dengan melakukan perbuatan seperti layaknya hewan, yang tidak mempunyai harga diri, jilat sana-jilat sini, cari muka sana-cari muka sini (istilah kasarnya). Sikut sana-sikut sini, tanpa memandang apakah teman atau lawan.
Orang-orang jenis seperti ini, memang harus dibenturkan dengan orang-orang yang bertipe keras kepala dan ngeyel. Yang tidak hanya berkata “ya” dan “ya” saja kepada siapapun, namun harus melalui pencermatan dan pemahaman maksud dari seseorang yang kita sebut sebagai “penjilat”.

Minggu, 12 September 2010

Hari Yang Fitri?

Akhir Bulan yang Suci, dimana setiap umat Muslim merayakannya, dengan adanya hari yang penuh dengan kesucian, kebersihan dan sejenisnya. Dimana semua umat Muslim merasa sedang dalam keadaan yang baik diantara masalah yang telah mereka perbuat yang diperuntukkan lawannya yaitu sesama unat pula.
Namun belakangan ini seakan-akan salah ditafsirkan apa itu sebenarnya hari Fitri ini, tidak terlepas dari sebenarnya manusia itu adalah ahli tafsir, yang senang mengeluarkan pendapatnya menurut pemikirannya sendiri (namun ada pula dengan melihat perkembangan zaman, dan melihat juga keadaan fakta yang ada).
Hari Fitri ini sekarang cenderung hanya menjadi formalitas belaka yang hanya tidak lebih dari sekedar meminta maaf dan berjabat tangan (walaupun dengan banyak cara dengan perkembangan teknologi yang ada), dan tidak menghiraukan apa sembenarnya makna dalam yang ada di hari yang Fitri itu.
Dengan adanya hari yang Fitri itu kita merasa telah aman dengan dosa-dosa yang kita perbuat disekian banyak waktu terlampaui. Namun setelah itu sama saja kita tetap berbuat yang tidak ada ubahnya dari sikap kita perbuatan kita sebelumnya, yah bisa dikatakan tidak ada perubahan. Hari Fitri ini bukan hanya dijadikan sarana pelebur dosa, malah justru saya tidak setuju dengan asumsi seperti itu. Karena hari Fitri ini adalah hari yang Suci dimana kita meraih kesucian kembali dengan jembatan puasa dan gerbang bermaaf-maafan. Yang mana kesucian itu akan kita dapatkan apabila dibulan yang penuh berkah itu kita bersungguh-sungguh melakukannya dan menerapkannya.
Saya tidak tahu tulisan ini yang saya tulis ini hanya bualan bodoh belaka atau sebenarnya bila kita menyimak dengan seksama memang begitu adanya. Hanya menulis apa yang dirasa saja.

Kamis, 02 September 2010

Mereka Busuk

Tak berpikirkah "mereka"?, tentang apa yang dirasakan rakyat?.
Heran, kerak dosa dipikul beban yang kelak mengubur "mereka", dangkal pikiran "mereka" tidak lebih pintar dari seorang pemungut sampah!!
Tidak kah "mereka" menengok kebawah, apa yang dirasakan para "pemilihnya" sekarang?, setelah tumpukan empuk menempel dipantatnya, tiupan angin dingin menembus ubun-ubun hingga batang kakinya. Dan iblis kertas berharga yang membungkus hati, otak, dan pikirannya?
Dibawahpun merasa geram, dan bermunculan para pengkhianat yang tersakiti, yang kembali. Apa sebenarnya yang diinginkan "mereka"?. Tidak sedikitpun "mereka" membahagiakan hati pengemis kesejahteraan dinegerinya sendiri. Otak feodal melekat dan pikiran busuk yang membungkus otak "mereka" kelak membawa kebusukan, dan membuat tubuhnya busuk!!!

Kamis, 19 Agustus 2010

HAMPA


Terpisah cukup lama dengan sesuatu yang sehari-hari menjadi santapan pokok, serasa hambar yang dijalani, berasa kosong ransel dan kopor yang dibawa. Berkedok pengbdian untuk masyarakat, tapi hanya bualan yang tak akan ada habisnya, konflik yang muncul, seakan-akan hanya menjadi hiasan bukan menjadi bekal yang seharusnya dipasangkan filter dari sekian banyak masalah yang muncul.
Bualan kosong yang membosankan dari mulut mereka, hanya berharap akan adanya tumpukan batu bata dan semen, agar terlihat terjamah dan "ngirit" dari mereka.
Yang dibawa dalam bangku, tidak dapat dituangkan sepenuhnya di lubang ini, hanya sekilas percikan ludah yang membasahi ujung bibir yang terasa.

Selasa, 10 Agustus 2010

Kini Kau

Sekian tahun tak bertemu dan akhirnya waktu bertemu dating, rindu yang dipendam malu diungkapkan, diri tak berdaya melihat tubuh yang kini tinggi tegap, gagah dengan sedikit kulit gelapnya, sodaraku rindu ini telah terobati.
Kedatangannya membawa bahagia keluarga yang selama ini hening dan pekat tanpa dirinya, dibalik cerita bahagia suka ada sedikit cerita sedikit pahit yang dibawanya, namun semua itu telah terucap dijanji mu yang terukir dihatimu. Semoga semua dapat berubah menjadi terang dan putih seperti kertas dan kapas yang ada di toko.
Kini saatmu buktikan dengan terang dari keyakinanmu dan janjimu yang terucap, agarsemua dapat melihat kekokohanmu yang tak kan goyah dengan perkataan manusia manapun yang penuh dosa. Dan saatnya juga untuk berubah dihadapan bundamu. Agar semua orang tahu pikiran mereka yang busuk yang mengotori tubuh mereka kini dapat meneggelamkan mereka.
Doaku selalu mengiringi rencanamu dan apa yang akan kau perbuat dengan alas an kebaikan. Buatlah mulut manusia di bumi ini menganga akan kekokohanmu dan ketabahanmu. Ikuti hatimu, jangan biarkan iblis yang berwujud menggiringmu.

Minggu, 11 Juli 2010

ENTAH

-->
Berkabut dan beku rasa yang ada di otak ujung paling dalam, sekilat cahaya merah bercampur kulit jeruk matang. Kumandang rakyat Muhammad yang menyebar memecah sunyi selimut datar tinggi Nawungan I. Berisik sentuhan atas bawah bibir dari para dermawan tenaga, sejak sang gelap datang hingga sang gelap melanjutkan tugasnya ke wilayah timur barat selatan dan utara.
Selaksa prajurit dimedan tempur gemetar ngeri dengan hukuman, tegak dingin menuju bundaran sumber kehidupan yang membuat gigil semua saraf tubuh. Menuju kewajiban sebagai isi rantang bekal bawaan tamasya di firdaus.
Lepaslah belenggu kebimbangan yang mengikat erat, keresahan yang tak usai, hanya ketakutan yang tersisa dan semangat petir menggelegar yang berada di benak walaupun bercabang pikiran yang akan di aplikasikan untuk bertahan dan mengalir.
Kejenuhan melanda saraf motorik walaupun tanpa campur tangan makhluk hijau dari planet luar dengan maha rahasia pemiliknya. Berlaku sedikit rajin dan jilat kepada pengatur segerombol umat yang penuh lumut kebosanan.
Masalah turun dengan antrian panjang stasiun kereta bioskop memperebutkan tiket pengganggu konsentrasi yang sang waktupun tak sudi dimakan dengan kegusaran masalah yang antri bak gagahnya tembok china dan besar everest yang beku keras berlian.
Keperkasaan semangat kokoh disamping bizantium dan colosum Roma untuk sang Caesar, tegar terjangan gigitan semut hitam dan ludahan cairan perusak ular.
Otot mulai latihan rutin memikul beban otak dan perasaan amarah meluap rindu rumah pelukan sang ibu dan lembut jari sodara kecil yang berdendang di dada.
Sang ayah berjalan melalui perjalanan jauh mustahil pikiran bersarang di otak konyol agar kembali, dan berharap memeluk erat darah daging dengan berjuta rindu menggrayangi hidup sampai menyusul. Sang alam pun tak mampu mengirim kembali datang dengan senyuman pilu lebar yang basah dan rindu yang menggumpal dengan basahi jiwa yang kering yang tandus yang haus yang lapar, dan tak ijin untuk sekejap memandang, masih banyak cerita yang tersimpan untuknya yang menjadi harta karun terdampar di pulau gelap pengap yang mustahil sampai padanya. Yang hingga kini mmenjadi tabir gelap yang menjadi tangis jiwa darah dangingnya dan sang ibu yang rindu pandangan kedua mata.
Sang ibu berjuang dan bicara dengan hati yang terjaga, darah dagingnya kadang tertawa dengan kepiluan yang mengikat ditengah telaga sunyi sulit berkutik dengan rindu yang menjamur, tak seorang malaikat pun yang kuasa menolong dengan pedangnya. Beribu kerikil dan batu, kawah dan aspal panas dilalui. Walaupun kadang anakmu tertegun tega yang berlumuran dosa, dan bingung mencari sesuatu yang pantas untuk dibalaskan keteguhanmu.
Bekunya hati yang dirasa dan menggumpal darah menjadi batu menggunung dosa yang berlumur salah, ingin hati membenahi dengan air mata ini, darah ini, napas ini, rambut ini, kaki ini. Memangkumu dipangkuanku keinginanku seperti waktu kanak yang tak kenal salah dan dosa yang kini membelenggu diri jiwa raga ini.
Rasakan rasa yang kau rasa pada posisi sempit yang menjepit hidup, merantai suara jeritanmu, dan melukaimu, membuatmu rendah akan kesombongan manusia yang beranak pinak dengan pesat, merusak organisme moral makhluk berdosa dunia.
Dengan piano yang mereka mainkan akankah mereka sadar berdaya akan ketidak sadaran tanpa daya mereka yang menyatu di darah mereka dan menghirupnya dan menggumpal menumpuk keras yang akhirnya menjadi gumpalan hitam bau berbelatung.